Puasa Bagi Orang yang Sudah Meninggal Dunia

0

Pada zaman dulu ada emak-emak (ummahat) bertanya kepada Rasulullah. Emak-emak tersebut curhat kepada nabi bahwa ibunya baru saja meninggal dunia.

Si emak-emak sedih karena sebelum meninggal ibunya masih utang sebuah puasa nadzar. Dia tidak ingin ibunya kenapa-kenapa di akhirat hanya karena belum menjalankan puasa nadzar. Dalam Islam kedudukan puasa nadzar adalah wajib seperti halnya puasa Ramadan.

“Apakah saya boleh meng-qadha’ puasa atas nama ibu saya?” ujar emak-emak tersebut kepada Rasulullah. Si emak-emak sedih sekaligus bingung.

Mendengar pertanyaan emak-emak tersebut Rasulullah menjawab singkat: berpuasalah sebagai ganti ibumu (summiy ‘an ummiki)”. Percakapan antara emak-emak dan Nabi ini ada di sebuah hadis riwayat Imam Muslim.

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, diceritakan bahwa Rasulullah bersabda “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan masih menanggung puasa maka walinya berpuasa atas namanya”.

Kiai Sahal Mahfudh dalam buku “Dialog Dengan Kiai Sahal Mahfudh-Solusi Problematika Umat” menjelaskan soal dua hadis di atas. Menurut beliau kedua hadis tersebut sudah sangat jelas menerangkan bahwa ahli waris diperbolehkan meng-qadha’ puasa anggota keluarga yang telah meninggal dunia.

Selain meng-qadha’, masih menurut Kiai Sahal Mahfudh, si ahli waris juga dapat membayar fidyah. Masyarakat Islam mendefinisakan fidyah sebagai pengganti ibadah yang sudah ditinggalkan dengan sebab-sebab tertentu seperti sakit atau sudah lanjut usia.

Fidyah biasanya berupa beras dengan satuan tertentu yang diambil dari harta orang yang sudah meninggal dunia. Beras tersebut nantinya harus disedekahkan kepada fakir miskin.

Tapi, lanjut Kiai Sahal Mahfudh, dengan diperbolehkan meng-qadha’ maupun membayar fidyah bukan berarti kita lantas bisa seenaknya sendiri sengaja meninggalkan kewajiban puasa. Kita jangan sekali-sekali berpikir biar ahli waris kita saja nanti yang menanggung puasa tersebut.

Di akhir tulisan Kiai Sahal Mahfudh mengingatkan bahwa seseorang yang meninggal dunia dan masih menanggung utang puasa tanpa suatu uzur, biarpun masih ada ahli warisnya (yang kemudian meng-qadha’ atas namanya), ia tidak lantas bebas begitu saja. Ia akan tetap dan harus mempertanggungjawabkan dosanya di hadapan Allah SWT. Nah lho!

Intinya dalam soal puasa kita jangan sampai bergantung kepada ahli waris. Kita tetap harus menjalankan puasa yang sudah menjadi kewajiban. Bukankah semua pertanggungjawaban nantinya akan tetap melekat kepada diri sendiri?

Selamat berpuasa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here