Tradisi Anak Desa Waktu Pertama Belajar Puasa
Anak-anak generasi 80 dan 90-an pernah mengenal jaburan. Ini sejenis hidangan buka puasa di luar nasi serta lauk-pauk. Jaburan biasanya berupa buah-buahan yang lagi musim saat bulan Ramadan datang.
Anak-anak desa punya kenangan khusus soal jaburan ini. Mereka berlomba-lomba supaya saat bedug Maghrib nanti bisa makan banyak jaburan.
Untuk itu anak-anak desa harus bekerja keras. Sehabis salat Subuh mereka keluar-masuk kebun orang untuk mencari rambutan, mangga, atau jambu yang jatuh dari pohon. Bisa jatuh karena memang sudah matang kemudian tertiup angin bisa juga bekas digerogoti kalong.
Tak jarang mereka mencari buah-buahan hingga pinggir hutan. Itu dilakukan sambil bermain sekaligus belajar berpetualang. Biasanya ada di antara anak-anak desa yang sengaja pulang saat sore jelang Maghrib.
Semua buah yang terkumpul dibawa ke rumah. Di rumah mereka selalu punya tempat penyimpanan rahasia. Jangan sampai ada anggota keluarga terutama kakak atau adik mengetahui tempat persembunyian tersebut.
Buah-buahan itu baru dikeluarkan saat adzan Maghrib berkumandang. Makin beraneka ragam jenis buah makin berkesan suasana buka puasa si anak itu. Begitu pun sebaliknya.
Orangtua zaman dulu tidak pernah bertanya dari mana dan dengan cara apa buah-buahan tersebut terkumpul. Mereka justru sering minta bagian saat melihat anak-anaknya punya menu buka puasa selain yang ada di meja makan.
Tentu saja tidak semua anak desa punya cerita soal jaburan. Anak-anak dari keluarga berkecukupan biasanya tak mau berkotor-kotor ria apalagi digigit nyamuk hanya untuk mencari buah-buahan sampai pinggir hutan. Mereka cukup minta orangtua beli buah di pasar atau memang karena sudah punya pohon buah sendiri di halaman rumah. Jadi tinggal petik sendiri.
Tradisi jaburan ini biasanya lestari pada anak-anak usia SD yang baru belajar puasa. Anak-anak menganggap jaburan ini semacam hadiah atas kesuksesan diri sendiri setelah seharian tidak makan minum. Di Ramadan tahun berikutnya, setelah pandai berpuasa, mereka biasanya tak lagi bicara jaburan.
Apakah hari ini tardisi jaburan di atas masih ada? Saya kira anak-anak sekarang sudah tidak lagi mengenal jaburan. Tiap Ramadan datang mereka lebih mengenal aneka takjil yang banyak dijual di pinggir jalan.