Ramadan bukan sekadar ibadah. Bulan suci ini punya pernak-pernik unik serta kenangan tersendiri bagi anak-anak yang kini sudah tumbuh dewasa jadi bapak-bapak.
Sebagai contoh Sasi Kirono, warga Dusun Bandelan Desa Taman, Kecamatan Taman, Pemalang. Ramadan kali ini dia mengaku seperti merasa nostalgia kembali ke masa-masa masih usia SMP dan STM. Sasi menyebut waktu itu usianya masih belasan tahun.
Sasi menceritakan suasana sahur zaman dulu di Dusun Bandelan. Kata dia, tiap dini hari, di jalanan depan rumah, selalu muncul penjual kamir, bolang-baling, bakpau, dan tahu sumpel. Penjual jajanan dini hari itu naik sepeda butut.
“Mirrr, kamirrr, bolang-baling, bakpao, tahu sumpel anget”
“Mirrr, kamirrr, bolang-baling, bakpao, tahu sumpel anget”
“Mirrr, kamirrr, bolang-baling, bakpao, tahu sumpel anget”
Suara penjual kamir itu selalu muncul pagi hari sekitar pukul 03.00 WIB. Itu menjadi penanda agar warga segera bangun tidur untuk segera makan sahur.
Sasi mencoba mengingat berapa harga jajanan khas waktu sahur itu. Kalau tidak salah, kata dia, per item Rp 1000. Semua jajanan dijual dalam kondisi masih hangat.
Sasi mengatakan suara khas penjual kamir serta bolang-baling itu terngiang kembali di telinga. Padahal, sejak tahun 2000 ke atas sepeda penjual kamir dan bolang-baling itu sudah tidak pernah lewat lagi. Dia mengaku kangen dengan suara si penjual, sepeda, dan cara menjajakannya.
“Dia tak sekadar jualan, tapi juga menjadi seperti alarm agar kami tidak lupa waktu sahur,” ujar Sasi.
Amir, warga Banjardawa Kecamatan Taman, punya kenangan khusus lain soal Ramadan. Dia mengingat di bulan tersebut selalu muncul penjual puli di depan Pasar Banjardawa. Puli merupakan jajanan atau takjil yang hanya dijual di bulan Ramadan.
Menurut Amir puli ini makanan unik. Si penjual puli tidak menggunakan pisau untuk memotong makanan yang terbuat dari adonan beras ketan ini. Si penjual punya alat semacam benang untuk memotong/mengiris potongan puli sebelum diserahkan kepada pembeli.
“Tapi di Ramadan sekarang sepertinya sudah tidak ada lagi puli,” ujar Amir.
Kemarin, di akhir cerita, baik Sasi maupun Amir, menyampaikan hal yang sama tentang Ramadan tahun ini. Keduanya merasa suasana puasa sekarang di Desa Taman-Banjardawa tak semeriah zaman mereka masih kecil.
Dulu, tiap malam anak-anak bisa bebas tidur di musala. Sebelum tidur mereka biasa jalan-jalan mengitari kampung tanpa punya rasa takut ketemu hantu. Di waktu sahur anak-anak zaman dulu juga keliling desa bawa gitar serta ember membangunkan warga.
Apakah betul demikian?