Bongko Mento, Kuliner Ramadan Asli Pemalang

0
Bongko mento berisi suwiran ayam kampung, tumisan pepaya muda, siraman santan, dan baluran terigu.

Di Kelurahan Kebondalam Kecamatan Pemalang ada satu kuliner legendaris yang muncul setiap Ramadan saja. Warga Pemalang menamai kuliner ini sebagai “bongko mento”.

Informasi ini saya dapatkan dari seorang abang ojek online yang beberapa kali membaca tulisan saya di ngabuburead.id. Si abang ojek online tersebut meminta saya mendatangi ibu-ibu penjual takjil di sisi utara depan Masjid Miftahul Jannah Jalan Ahmad Yani Pemalang.

Kemarin Sore saya meluncur ke lokasi tersebut. Secara administratif masjid ini masuk Kelurahan Kebondalem tapi orang-orang Kelurahan Mulyoharjo dekat Jalan Tidar juga kerap berjemaah salat Jumat di masjid ini.

Selama Ramadan Hindasah berjualan bongko mento di sisi utara depan Masjid Miftahul Jannah Jalan Ahmad Yani Pemalang.

Saya pun bertemu Hindasah (65 tahun). Sore kemarin ia terlihat sedang melayani beberapa pembeli yang datang ke lapak. Hindasah berdiri sibuk di antara gerobak dan meja berisi aneka takjil: cadil, agar-agar, kolak pisang campur kolang-kaling, kemudian bongko mento. Semua masih baru.

Setelah agak sepi, saya pun meminta Hindasah bercerita sekilas soal bongko mento. Agar wawancara berlangsung cepat tapi tuntas saya ajukan beberapa pertanyaan mendasar soal kuliner ini. Saya tidak ingin memecah konsentrasi Hindasah antara ngborol serta melayani pembeli.

Benarkah bongko mento itu kuliner asli Pemalang seperti halnya nasi grombyang, lontong dekem, dan sate loso? Apakah benar bongko mento hanya muncul di bulan Ramadan saja?

Bongko mento dibungkus menggunakan daun pisang.

Hindasah meyakinkan saya bahwa bongko mento benar-benar makanan asli Kota Ikhlas yang orang Pemalang sendiri tak banyak mengenalnya. Ia mengaku sejak kecil akrab dengan makanan ini. Hindasah mewarisi kemampuan membuat bongko mento dari sang nenek.

Saya kemudian meminta Hindasah mengambil satu bongko mento dan membuka daun pisang yang menyelimutinya. Saya pun memintanya menjelaskan isi bongko mento secara detil.

Ternyata bongko mento berisi beberapa suwiran kecil daging ayam kampung, tumisan pepaya muda, siraman santan, dan baluran terigu. Makanan ini dipincuk (bungkus) menggunakan daun pisang dan dikukus. Hindasah bilang rasa bongko mento sangat gurih karena ada santan di dalamnya.

Tiap hari Hindasah membuat 100 bongko mento. Tiap hari itu juga semua bongko di meja dagangan ludes diburu pembeli. Satu bongko mento ia hargai Rp 6000.

Hindasah sudah lima kali Ramadan jualan bongko mento di depan Masjid Miftahul Jannah. Di luar Ramadan ia mengaku hanya membuat bongko-bongko sesuai pesanan pembeli yang sudah jadi langganan. Kebanyakan pesanan bukan bongko mento melainkan bongko roti.

“Kalau dimasak di luar bulan Ramadan rasanya beda. Bongko mento paling enak dimakan saat buka puasa, buat jaburan,” ujar Hindasah.

Bongko mento saat pertama kali dibuka.

Hindasah mengaku senang karena Ramadan sekarang ini sudah banyak penjual bongko mento bermunculan. Katanya lima tahun yang lalu hanya dirinyalah di Pemalang yang berjualan bongko mento.

Akhirnya, sebelum pulang saya beli sebungkus bongko mento yang sempat dibuka itu. Sebelum pulang Hindasah mengingatkan saya bahwa bongko mento itu bukanlah lauk pauk sehingga jangan dimakan bersama nasi.

Jadi, jadikanlah bongko mento tetap sebagai takjil atau orang-orang tua seperti Hindasah menyebutnya sebagai jaburan Ramadan. Hemm..selamat mencari bongko mento.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here