Seperti dipalu kepalaku.
Soal-soal menyerang satu per satu.
Di iring angka-angka mendesing persis peluru.
Melumat lemah minus otakku.
Ada mata penjaga mengawas tajam.
Menjelajah kolong, saku, dan sepatu.
Mengintai gerak-gerik prajurit telik sandi.
Yang biasa membawa selembar berita contekan.
Kanan kiriku pucat pasi.
Menengok pun tak berani.
Serupa patung dipahat titik-titik fluktuasi.
Dikurung akar kuadarat dan ribuan perkalian.
Jangankan untuk membantu.
Menyelamatkan diri saja belum tentu.
Solidaritas dan kesetiakawanan terlupakan.
Semua tepekur menanti ilham dari Tuhan maupun setan.
Tiba-tiba terdengar tiupan terompet sangkakala.
Petanda waktunya telah tiba.
Pertempuran usai.
Aku keluar dengan bendera putih lusuh penuh coretan.
Dengan bahagia mereka menertawaiku.
“lembar jawabnya kosong”
Teriak salah satu.
Sialan!!
Aku benci matematika!
DARAH PERTAMA
Tes, tes, tes,….
Darah pertama menetes….
Ibuuuu,…!
Aku Maluu,…!
Seisi kelas menertawaiku!
FOTO COPY
Siuutttt,….
Jeglekkk, jeglekkk,….
Lalu lahirlah lembar-lembar buram penuh kepalsuan!!
KAKUS DAN MULUTMU
Tak ada beda,
Yang masuk dan keluar sama!
Sari makanan dan busuk aroma!
Heru Buhimah
Penulis puisi, cerpenis, pelukis tinggal di Mandiraja, Moga, Pemalang selatan.