Sebatang ranting
Ditanamkannya
Disiram hujan
Dia tumbuh bersemi
Jika Anda familiar dengan lirik lagu tersebut kemungkinan besar Anda adalah bagian dari generasi baby boomers maupun gen X. Alias generasi yang tidak lagi muda. Empat puluh tahun keatas. Sebab, lagu itu adalah lagu lawas. Tapi tak cukup itu. Bila Anda bukan penggemar kasidah, bisa jadi tidak mengenal lagu itu.
Kebetulan dulu saya tinggal di desa. Di tahun 80-an ada grup kasidah yang sedang tenar. Namanya Nasida Ria. Hampir di setiap hajatan, kaset Nasida Ria diputar untuk mengiringi acara. Di setiap pengajian album-album mereka juga diperdengarkan untuk mengisi waktu sebelum dimulainya acara.
Lirik-lirik lagunya memang bermuatan dakwah. Namun terasa berisi, inspiratif, enak diikuti dan temanya luas. Kadang menyinggung masalah-masalah sosial, lingkungan dan kebangsaan. Salah satu yang masih nyantel diingatan saya sampai saat ini antara lain adalah lagu yang berjudul perdamaian, merdeka membangun, pengantin baru, dan sebatang ranting.
Nasida Ria pernah manggung di lapangan kecamatan kami. Warga dari seluruh penjuru desa tumpah ruah memenuhi lapangan. Belum pernah lapangan kecamatan kami bisa sepenuh itu.
Bagi para pecinta seni baca Alquran di Magelang, Nasida Ria punya tempat tersendiri. Karena, pendiri Nasida Ria, HM Zain setiap bakda salat Jumat memberikan kursus tilawah gratis di Masjid Agung Magelang yang terbuka untuk semua jemaah.
Saya yang saat itu masih belajar di SMP biasa mengikuti acara ini sekalian jumatan di Masjid Agung. Kami kadang mendapat kesempatan pertama mendengarkan lagu-lagu Nasida Ria yang tengah diproduksi dan akan segera dirilis, yang beliau nyanyikan dengan suaranya yang merdu.
Lagu Sebatang Ranting adalah lagu bertema lingkungan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu luar biasanya pemberian-Nya. Asal manusia mau menanam, bahkan dari sebatang ranting akan muncul karunia yang bisa dinikmatinya.
Lagu ini mengingatkan saya dengan ranting yang pernah kami tanam. Ranting yang telah kami potong hanya kami tancapkan di tanah yang masih kosong, di taman pembatas jalan dan di pinggir-pinggir jalan depan rumah.
Tanpa perlu perawatan, ranting itu bersemi dan tumbuh membesar. Setiap mulai meninggi, kami potong dahan-dahannya dan daunnya yang hijau segar itu kami preteli.
Daun itu enak dimasak sebagai sayur bening atau ditumis santan maupun dimasak dengan bumbu gulai. Mengenai khasiat daun ini, tak lagi diragukan. Berselancar saja di google, Anda akan menemukan kandungan nutrisi daun tersebut dan sejumlah manfaatnya, antara lain sebagai anti oksidan, penurun gula darah dan penurun kolesterol.
Minggu lalu kami memanen daun pohon ini dan kami masak gulai seperti terlihat dalam gambar. Minggu ini daunnya sudah bersemi kembali dan siap dipanen lagi. Mudah bukan? Karenanya, setiap kali memanennya terngiang suatu firman yang sampai diulang 31 kali dalam Surah Ar-Rahman, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Jika tertarik menanam pohon ini, bagi Anda yang punya jimat dan susuk harus siap dengan konsekuensinya. Konon pohon ini dapat merontokkan itu semua, bahkan juga bisa menghilangkan ilmu kebal, he..he…
Pohon apakah ini?
Ahmad Sabiq (Lahir di Magelang tinggal di Purwokerto)
Artikel ini juga pernah diposting di Facebook Ahmad Sabiq