Kemangi, jenis sayuran yang sangat akrab dengan lidah saya. Sedari kecil kemangi sudah menemani selera kuliner saya. Biasanya kalau ada tempe yang tersisa di meja, entah dalam wujud tempe bacem, tempe goreng atau tempe kuah manis, oleh Ibu saya akan diselamatkan. Dikumpulkannya jadi satu dan dimasukkan ke dalam cobek batu.
Kemudian diulek bersama sejumput cabai, bawang putih dan daun kemangi. Tak perlu ditambah garam karena tempe sisa itu sudah berasa. Saat mengulek, muntu penghalus bumbu cukup ditekan pelan-pelan pada kemangi dan dijaga jangan sampai lumat. Jadilah sambal tempe kemangi yang praktis. Pedas dengan aroma harum kemangi. Jika ada nasi hangat, pakai sambal ini sepiring nasi terasa kurang. Masih kepingin nambah.
Di masa kuliah menu spesial saya tak lepas dari kemangi, yakni pecel lele. Lele yang digoreng ini disajikan bersama lalapan yang menggunakan daun kemangi. Ternyata, teman-teman saya banyak pula yang gemar pecel lele. Ketika kami dapat rezeki, misalnya saat beasiswa yang didapat cair maka makan malam yang kami cari adalah pecel lele. Juga pada waktu ada yang wisuda, syukurannya biasanya memesan pecel lele untuk dimakan di kos-kosan bersama.
Tanpa lalapan kemangi, pecel lele terasa kurang sedap. Bagi sebagian besar orang, kemangi tampaknya lebih sering dijumpai dalam bentuk lalapan. Tetapi, kemangi bukan hanya untuk lalapan. Menurut situs cookpad.com, terdapat 8696 resep masakan yang menggunakan kemangi. Dari pecel lele sampai terong goreng sambal belimbing balado maupun masakan yang masih asing di telinga kita seperti tumis kim fuk fan, tercatat semua di sana.
Saya masih bisa menambah satu jenis masakan lagi. Indomie kuah, he..he.. Ini hasil pengalaman saya sendiri. Tatkala tak ada lagi sayuran di kulkas sebagai campuran Indomie, saya petik kemangi yang ada di samping rumah, pucuk daun sekaligus bunganya. Lalu saya masukkan ke dalam Indomie yang kuahnya masih mengepul dan diaduk dengan lembut sampai tampak agak layu. Ternyata enak. Gurih bumbunya merasuk ke dalam kemangi dan bagian bunganya kalau dikunyah rasanya krenyes-krenyes.
Nyatanya, tanpa kemangi banyak masakan serasa tak lengkap. Meskipun sedikit, ia menjelma sebagai penyempurna akhir cita rasa. Karena peran pentingnya itu, ada seseorang yang pernah memberi nasihat kepada saya agar dalam hidup ini bermanfaatlah setidaknya sebagaimana kemangi. Walaupun tidak berperan sentral tapi kehadirannya dibutuhkan.
Jika mampu, berupayalah layaknya garam. Lebih sulit memang. Sebab, ia mengambil peran utama. Memberi rasa pada suatu masakan. Bukan sekadar melengkapi atau menyempurnakan. Tanpa garam suatu masakan akan menjadi hambar. Rasanya cemplang. Dan hebatnya garam, ia memberi rasa namun tak memamerkan warna. Makanya tak perlu dicat ulang seperti kapal terbang.
Jika tak mampu mengikuti laku kemangi atau garam, yang penting jangan menjadi orang yang keberadaannya tidak diinginkan. Seumpama tahi cicak yang bila jatuh di tengah masakan, kendatipun secuil akan merusak keseluruhan. Siapa pun melihatnya tak akan terbit selera, malahan ingin memuntahkan isi perutnya.
Tentu tak ada orang yang sengaja memasukkan tahi cicak ke dalam racikan masakannya. Itu tindakan gila. Demikian pula dalam meracik tim kerja. Pasti tidak akan mengambil personel yang berkualitas tahi cicak. Seandainya sulit menemukan orang yang berkualitas garam, setidaknya akan dicari yang berkualitas kemangi.
Rekam jejaknya juga akan ditelusuri. Pernah tidak orang itu bertindak laksana tahi cicak. Itu semua akan diambil sebagai pertimbangan. Apalagi untuk pengisian jabatan penting. Jadi, sekiranya masih bernalar waras mereka yang berwenang dipastikan akan mencoret orang yang pernah lancung dalam ujian. Terlebih bila lancungnya bukan alang kepalang.
Lho, itu kok ada pengecualian. Eks pelaku korupsi yang justru dikasih posisi. Ya, mungkin mereka yang mengangkatnya sudah tak lagi risih dengan tahi cicak. Sangat boleh jadi, saat dulu masakan mereka kejatuhan tahi cicak didiamkan saja. Akhirnya terbiasa. Malahan mungkin merasa tak lengkap kalau tak ada tahi cicak. Ya, sangat boleh jadi.
Ahmad Sabiq