Kamis 26 Agustus 2021, tepatnya Kamis Wage jelang malam Jumat Kliwon bulan Sura (Suro), suasana di Balai Desa Ujungmanik tampak lebih sibuk dibanding hari-hari biasa. Sekelompok orang tengah mempersiapkan sebuah tandu untuk persiapan Larung Jolen. Larung Jolen merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan tiap bulan Suro di desa tersebut.
Tandu Larung Jolen berbentuk seperti rumah, lengkap dengan dinding, atap, serta pintu di bagian depan. Dinding tandu dicat warna biru dengan hiasan gambar beberapa ekor ikan berwarna salem. Pita kertas berwarna-warni menjuntai indah menghiasi tiap sisinya.
Di dalam tandu ada sesaji berupa tumpeng besar yang akan dilarungkan (dihanyutkan). Tumpeng ini terbuat dari beras putih dan beras merah yang dihias dengan aneka jenis buah dan sayuran hasil bumi masyarakat setempat. Ada pisang, pepaya, kacang panjang, ketela, dan berbagai hasil bumi lain. Inti dari upacara Larung Jolen ini adalah menghanyutkan sesaji tersebut.
“Ritual Larung Jolen tahun ini diadakan sangat sederhana mengingat masih suasana pandemi. Tentunya dengan tetap patuh pada protokol kesehatan,” kata Priyo Utomo, Sekretaris Desa Ujungmanik.
Ada empat kelompok nelayan ikut dalam kegiatan Larung Jolen. Mereka mengerahkan 20 unit perahu yang mengangkut paling sedikit 100 orang. Ritual Larung Jolen dipimpin oleh kesepuhan setempat: Mbah Sardi.
Menurut Priyo tradisi Larung Jolen hingga saat ini masih bertahan karena kesadaran masyarakat setempat yang ingin nguri-uri budaya. Tradisi Larung Jolen juga wujud syukur sekaligus bentuk selamatan untuk bumi dan laut. Sebagai rasa terima kasih kepada alam yang telah melimpahkan hasil bumi dan laut sehingga warga tidak kekurangan bahan makanan.
Tepat pukul 14.00 WIB, Larung Jolen dimulai. Acara pelepasan sesaji dimulai dari Balai Desa Ujungmanik-Kawunganten, kemudian diarak menggunakan tandu dan dibawa menggunakan perahu menuju titik pusat Kawasan Cikaret, Sapuregel (wilayah Segara Anakan), Cilacap. Daerah ini sebagai titik paling ujung selatan Desa Ujungmanik Kawunganten Cilacap.
Ritual Larung Jolen berakhir saat matahari tenggelam. Namun malam harinya, tepatnya malam Jumat Kliwon, warga berkumpul kembali di Pendapa Balai Desa Ujungmanik. Di sana, mereka menggelar doa bersama dengan para tokoh agama dan masyarakat. Usai doa bersama warga makan tumpeng yang telah disediakan.
“Tradisi Larung Jolen sebenarnya bukan hanya ada di Ujungmanik. Di tempat lain, tradisi seperti ini disebut dengan Larung Saji,” ujar Priyo.
Apa itu Larung Saji? Upacara atau ritual Larung Saji merupakan bentuk sedekah alam yang dilakukan sebagai perwujudan rasa syukur kepada Sang Pencipta yakni Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rezeki terutama dalam bentuk hasil bumi bagi petani dan ikan bagi masyarakat nelayan.
Sedekah Laut mirip sedekah Sedekah Bumi. Sedekah Laut adalah syukuran untuk mensyukuri tangkapan ikan laut sedangkan Sedekah Bumi atau Selamatan Bumi adalah tradisi syukuran untuk bumi. Syukuran ini untuk mensyukuri hasil bumi (sedekah hasil bumi) yang telah dinikmati warga desa. Biasanya sedekah bumi dilaksanakan di balai kampung atau balai desa.
Shohibul Faih dan Naeli Rokhmah